Selasa, 14 Maret 2017

MAKALAH ULUMUL HADI



TUGAS MAKALAH


ULUMUL HADIS
“SEJARAH HADIS PRAKODIFIKASI”





OLEH:
NURSOLEHA TRI OKTAFIANI
16010108051



JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 KENDARI
2016





KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yng Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat  tersusun hingga selesai.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini yang kami dapat dari berbagai sumber.

            Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman,kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah  ini.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.









                                                                                    Kendari,    Oktober 2016

                                                                                                           
     Penulis








DAFTAR ISI


            KATA PENGANTAR
            DAFTAR ISI

            BAB I    PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan

BAB II    PEMBAHASAN
A.     Sejarah Prakodifikasi Hadis
B.     Hadis di Masa Nabi SAW
C.     Hadis pada Masa Sahabat
D.     Hadis pada Masa Tabi’in

BAB III  PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA











i

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Hadis adalah  salah satu pedoman hidup umat Islam dimana kedudukan hadis disini adalah sebagai sumber hukum Islam yang ke-2 setelah  Al-Quran. Didalam ilmu hadis pun terdapat pula sejarah dan perkembangan hadis pada masa prakodifikasi. Keberadaan hadis sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa prakodifikasi,zaman Nabi,Sahabat,dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.

Perkembangan hadis pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan,dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadis.Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash Al-quran dengan hadis.Selain itu,juga disebabkan focus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi’in besar. Bahkan khalifah Umar Bin Khattab sangat menentang penulisan hadis,begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadis secara resmi dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (abad 2 H).

Terlepas  dari naik turunnya perkembangan hadis,tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadis memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah peradaban Islam.








ii
B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana perkembangan hadis pada masa Nabi SAW ?
2.      Bagaimana perkembangan hadis Nabi di masa para Sahabat ?
3.      Bagaimana perkembangan hadis Nabi di masa para Tabi’in ?

     C.  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ulumul hadis,serta agar kita lebih memahami tentang hadis nabi,terutama perkembangan hadis Nabi pada zaman prakodifikasi,yaitu hadis pada masa Nabi SAW,pada masa para sahabat dan pada masa tabi’in.






















iii

BAB 1
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Prakodifikasi Hadis

Masa prakodifikasi hadis berarti masa sebelum hadis dibukukan, dimulai dari sejak munculnya hadis pertama yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa prakodifikasi ini mencakup tiga peride penting dalam sejarah transmisi hadis,yaitu periode Rasulullah SAW,periode sahabat dan periode tabi’in.

B.     Hadis di Masa Nabi SAW

Data sejarah menunjukkan bahwa jumlah orang Islam di masa Nabi bertambah banyak,banyak hal baru yang mereka dengar dari Nabi. Maka tidak mustahil jika para sahabat Nabi kemudian ingin tahu lebih banyak tentang ajaran Nabi dengan cara meluangkan waktu untuk selalu menyertainya, kemudian mereka sampaikan kepada orang lain. Nabi selalu menggunakan kesempatannya untuk menyampaikan hadis.Para sahabat juga mengambil kesempatan itu untuk belajar agama.
Pada periode ini sejarah hadis disebut “ Ashr al-wahyi wa at-Takwin” (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam).Rasulullah SAW dalam menyampaikan  dakwahnya kepada para sahabatnya tadak menyimpang dari metode Al-qur’an.
Al-Qur’an diturunkan kepada rasulullah SAW secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Beliau merinci ajaran-ajaran islam, menerapkan hukum-hukum Al-qur’an. Sepanjang hidupnya, beliau berperan sebagai pengajar,hakim,qadhi,mufti,dan pemimpin. Segala hal yang berkaitan dengan umat islam,yang kecil maupun yang besar,dan segala yang menyangkut pribadi dan jamaah dalam berbagailapangan kehidupan yang tidak disebut dalam Al-qur’an,tercakup dalam hadis : Amliah (perbuatan) , Qauliyah (ucapan). Atau Taqririyah (ketetapan). Dari sinilah kita menemukan hukum-hukum,norma-norma ahlak,ibadah-ibadah dan cara mendekatkan diri kepada Allah. Hadis disyariatkan semata-mata untuk mendidik umat islam dalam
1
 berbagai aspek  kehidupan baik bidang agama, sosial, ahlak, politik, hukum, muamalah ,serta semua bidang keilmuan dan amal.
Nabi SAW sebagai rasul, sangat disegani dan ditaati oleh para sahabat,sebab mereka sadar bahwa mengikuti rasul  dan hadisnya adalah keharusan  dalam berbakti kepada Allah berdasarkan kesungguhan meniru dan meneladani nabi SAW,berganti-gantilah para sahabat yang jauh rumahnya dari mesjid,mendatangi mjelis-majelis nabi . Salah satu hadis nabi pada masa itu adalah :



“Tulislah! Demi dzat yang diriku berada pada kekuasaannya,tidak ada yang keluar dari padanya kecuali yang benar.”(H.R.Al-Bukhari)

C.     Hadis pada Masa Sahabat

Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat khususnya masa khulafau’ ar-rasyidin (Abubakar, Umar Bin al-Khatab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib). Masa ini  terhitung sejak tahun 11 H-40 H, yang disebut juga masa sahabat besar ini, perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-qur’an. Dengan demikian,maka periwayatan hadis belum begitu berkembang,bahkan mereka berusaha membatasi periwayatan hadis tersebut.  Oleh karena itu,masa ini oleh para ulama dianggap sebagaimasa yang menunjukan adanya pembatasan atau memperketat periwayatan (At-tatsabbut wa al-iqlal min ar-riwayah).

1.      Memelihara Amanah Rasulullah SAW

Para sahabat, sebagai generasi pertama yang menerima amanah terbesar bagi kelangsungan syari’at Islam ,adalah menerima dan melaksanakan segala amanah Rasulullah. Amanah itu essensinya tertuang pada Al-Quran dan Hadis, sebagaimana sabdanya ketika menjelang akhir kerasulannya, yang berbunyi.






“Telah aku tinggalkan untuk, kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Quran) dan sunahku.” (H.R,Al Hakim dari Abu Hurairah).
                        Pada Hadis lain Rasul juga berpesan:

                       
                        Sampaikanlah dariku walau satu ayat/hadis.”(H.R Al-Bukhari).
s
Siapa saja yang berpegang pada keduanya (Al-Qur’an dan Hadis) secara besama-sama, ia mendapatkan jaminan Rasul SAW tidak akan hidup tersesat, baik didunia maupun di akhirat. Sebaliknya, siapa yang melepaskan diri dari keduanya atau hanya berpegang kepada salah satunya, merupakan penyimpangan dari amanahnya, yang berarti ia akan tersesat dijalan.
Amanah Rasul SAW diatas disamping terpelihara dalam kehidupan keseharian mereka dalam beribadah dan bermuamalah, juga dalam tekad dan semangat yang terpatri dalam hati masing-masing. Oleh karena itu, segala perhatian mereka tercurahkan untuk semata-mata melaksanakan dan memelihara pesan-pesan itu.kecintaan mereka kepada rasul SAW dibuktikan dengan melaksanakan segala yang dicontohkannya dan menjaganya melebihi menjaga diri, keluarga, dan kekayaanya.

2.      Kehati-hatian para Sahabat dalam Menerima dan Meriwayatkan Hadis

Setelah Rasul SAW wafat, perhatian para sahabat terfokus pada usaha menyebarluaskan dan memelihara al-Quran. Al-Quran yang telah dihafal oleh ribuan penghafalnya dengan teratur,dan telah ditulis dalam berbagai shuhuf oleh penulisnya (baik untuk Nabi saw sendiri maupun untuk kepentingan masing-masing), mendapat prioritas utama untuk terus disebarkan keberbagai pelosok wilayah Islam dan keseluruh lapisan masyarakat.
Al-Quran  mengalami dua kali pembukuan Pertama, pada masa Abu Bakar , atau saran Umar bin al-Khattab; dan kedua, pada masa Utsman bin Affan, sehingga melahirkan mushaf Utsmani, yang ditulisnya sebanyak lima buah. Mushaf-mushaaf itu disimpan di Madinah satu buah, yang dinamai dengan mushaf al-Imam. Sedangkan, yang empat lagi masing-masing disimpan di Makkah, Bashrah, Syiria dan Kufah.
Meskipun perhatian mereka terrpusat kepada upaya pemeliharaan dan oenyebaranAl-Quran, akan tetapi mereka tidak melalaikan dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa Hadis meruoakan sumber ajaran setelah al-Quran, yang juga harus tetap terpelihara dari kekeliruannya sebagaimana terpeliharanya al-Quran. Oleh karenanya para sahabat khususnya khulafa ar-rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) dan sahabat lainnya, seperti az-Zubair, Ibn Abbas, dan Abu Ubaidah berusaha memperketat periwayatan dan penerimaan Hadis.
Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama menunjukan perhatian yang serius dalam memelihara hadis. Menurut adz-Dzahabi, Abu Bakar, adalah sahabat yang pertama sekali menerima hadis dengan hati-hati. Sikap kehati-hatian juga ditunjukan oleh Umar bin al-Khattab. Ia seperti halnya Abu Bakar, meminta diajukan saksi jika ada orang yang meriwayatkan hadis.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa pada masa ini belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan, antara lain: pertama, agar tidak memalingkan perhatian uamt Islam dalam mempelajari al-Quran; kedua, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW sudah tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam, dengan kesibukan masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dalam kondisi seperti ini, ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap; ketiga; bahwa soal membukukan hadis, dikalangan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadi perselisihan soal lafazh, dan ke-shahih-annya.
3.      Upaya Para Ulama Men-taufiq-kan Hadis tentang Larangan Menulis Hadis
Perselisihan para ulama soal pembukuan hadis berpangkal pada adanya dua kelompok hadis, yang dari sudut zhahirnya nampak adanya kontradiksi. Kelompok hadis yang pertama, menunjukan adanya larangan Rasul SAW menuliskan hadis, yang diantaranya berbunyi:



“Janganlah kamu sekalian menulis apa saja dariku selain Al-Quran, hhendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, itu tidak mengapa.siapa yang dengan sengaja mendusta atas namaku, ia niscaya menempati tempat kedudukan dari api neraka,”(H.R Muslim)
            Hadis di atas diriwayatkan oleh Muslim melalui silsilah sanad Hammam, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’, dari Abu Said al-Khudri. Sanad-sanad Hadis ini oleh para ulama dinilai Shahih. Hanya saja, dipersoalkan apakah hadis itu Marfu’ atau Mauquf. Selain hadis di atas, ada beberapa hadis lainnya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Zaid bin Tsabit. Namun, pada kedua hadis  tersebut terdapat nama Abd. Ar-Rahman bin Zaid, yang oleh para Ahmad sanad tersebut dinilai lemah. Dengan demikian, dua hadis lainnya tidak dapat dijadikan hujah.
  Sedangkan  hadis kelompok kedua, adalah beberapa Hadis, seperti riwayat Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Hadis tentang Abu Syah. Hadis-hadis tersebut menunjukan adanya perintah Rasul SAW untuk menuliskan hadis-hadis daripadanya.
Menurut An-Nawawi dan as-Suyuthi,bahwa larangan tersebut dimaksudkan bagi orang yang kuat hafalannya,sehingga tidak ada kekhawatiran terjadinya lupa. Akan tetapi orang yang khawatir lupa atau kurang kuat ingatannya, dibolehkan mencatatnya. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, larangan Rasul SAWmenulisakan Hadis, aadalah ketika al-Quran diturunkan.Ini karena, ada kekhawatiran tercampurnya antara ayat al-Quran dengan hadis.Kemudian menurutnya, larangan itu dimaksudkan juga untuk tidak menuliskan al-Quran dan hadis dalam satu shuhuf. Ini artinya, bahwa ketika wahyu, penulisan hadis adalah dibolehkan.
Selain pendapat ketiga Ulama diatas, masih ada pendapat-pendapat lainnya, yang jika diambil kesimpulan, sebagaimana yang dilakukan  oleh Ajjaj al-Khatib akan ditemukan sekitar empat pendapat yakni: pertama, menurut sebagian ulama bahwa hadis dari Abi Sa’id al-Khudri bernilai mauquf, karenanya tidak dapat dijadikan hujjah. Kedua, yang lain menyebutkan bahwa larangan menulis hadis terjadi pada periode awal Islam.hal ini karena keterbatasan tenaga dan fasilitas. Ketiga, ada ulama yang memandang bahwa larangan tersebut pada dasarnya bagi orang yang kuat hafalannya. Keempat, ada juga yang memandang bahwa larangan tersebut dalam bentuk umum, yang sasaranya masyarakat banyak.
Perlu diketahui, bahwa Abu Sa’id al-Khudri sendiri (sahabat yang meriwayatkan hadis tentang larangan Rasul menuliskan hadis, seperti disebutkan diatas), sebagaimana dikatakn al-Khatib al-Bagdadi, ternyata memiliki catatan-catatan hadis yang diterimanya dari Rasul saw.



D.     Hadis pada Masa Tabi’in
1.      Sikap dan Perhatian para Tabi’in terhadap Hadis
Sebagaimana para sahabat,para tabi’in juga cukup hati-hati dalam periwayatan hadis. Pada masa ini al-Qur;an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka. Selain itu, pada masa akhir periode khulafa’ ar-rasyidin (masa khalifa Utsman bin Affan) para sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah kekuasaan Islam. Ini merupakan kemudahan bagi para Tabi’in untuk  mempelajari Hadis-hadis dari mereka. Sejalan dengan pesatnya kekuasaan Islam,penyebaran  para sahabat ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya penyebaran hadis. Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar ar-riwayah).
Hadis-hadis yang diterima oleh para Tabi’in ini,seperti telah disebutkan,ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau tulisan dan ada yang harus dihafal,disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ubadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti. Kedua bentuk ini saling melengkapi,sehingga tidak ada satu hadis pun yang tercecer atau terlupakan.
2.      Pusat-pusat Kegiatan Pembinaan Hadis
Pusat pembinaan pertama adalah Madinah,karena disinilah Rasul SAW menetap setelah hijrah. Disini pula Rasul SAW membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas kaum muhajirin (para sahabat yang turut hijrah bersama Nabi SAW) dari kaum anshar (penduduk asli kota Madinah) dari berbagai suku atau kabilah,disamping dilindunginya umat-umat non muslim,seperti Yahudi. Para sahabat yang menetap disini,diantaranya khulafa’ ar-rasyidin,Abu Hurairah,Siti Aisyah,Abdullah bin Umar dan Abu Sa’id al-Khudri,dengan menghasilkan para pembesar tabi’in,seperti Sa’id bin al-Musayyab,Urwah bin az-Zubair,Ibnu Syihab az-Zuhri,Ubaidillah bin Utbahbin Mas’ud,dan Salim bin Abdillah bin Umar.
Para sahabat yang membina hadis di Makkah tercatat nama-nama,seperti Mu’adz bin Jabal,Atab bin Asid,Harits bin Hisyam,Utsman bin Thalhah,dan Utbah bin al-Harits. Diantara para tabi’in yang muncul dari sini tercatat nama-nama,seperti Mujahid bin Jabar,Atha bin Rabbah,Thawus bin Kaisan,dan Ikrimah Maula Ibn Abbas.
Para sahabat yng membina hadis di Kufah,diantaranya ialah Ali bin Abi Thalib,Sa’ad bin Abi Waqas,dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para Tabi’in yang muncul disini,ialah ar-Rabi’ bin Qasim,kamal bin Zaid an-Makha’I,Sa’id bin Zubair al-Asadi,Amir bin Surahil as-Sya’ibi,Ibrahim an-Nakha’I,dan Abu Ishak as-Sa’bi.
Para sahabat yang membina hadis di Basrah,di antaranya ialah Anas bin Malik bin Abbas, dan Imran bin Husain. Para sahabat yang membina hadis di Syam, diantaranya ialah Abu Ubaidillah al-Jahr, Bilal bin Rabbah dan Ubadan bin Shamit. Para sahabat yang membina di Mesir,diantaranya ialahAmr bin  al-‘Ash, Uqbah bin Amir dan Abdullah bin al-Haris. Para sahabat yang membina hadis di Magrib dan Andalus,diantaranya ialah, Mas’ud bin al-Aswad al-Balwi, Bilalbin Haris bin Ashim al-Muzani dan Salamah bin al-Akhwa. Para sahabat yang membina hadis di Yaman, diantaranya ialah, Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari. Para sahabat yang membina hadis di Khurasan,diantaranya ialah, Buraidah bin Husain al-Aslami, al-Hakam bin Amir al-Gifari dan Abdullah bin Qasim al-Aslami.
3.      Para sahabat Hadis di Kalangan Tabi’in
Sebagaimana para sahabat dikalangan tabi’in, baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil,juga melakukan dua hal,yaitu menghafal dan menulis hadis. Banyak riwayat yang menunjukan betapa mereka memperhatikan keduanya.
Tentang hafalan hadis, para ulama tabi’in seperti IbnAbi Laila, Abu Al-Aliyah, Ibn Syihab az-Zuhri, sebagaimana dikatakan al-Auza’i: “Hilangnya ilmu itu karena lupa dan tidak mau mengingat-ingat atau menghafalnya.” Kata Alqamah sebagaimana dikatakan Ibrahim, bahwa dengan  menghafal hadis, hadis akan terpelihara.
Tentang menulis hadis,disamping melakukan hafalan secara teratur, diantara mereka juga menulis sebagaimana hadis-hadis diterimanya.
Diantara tabi;in besar (Kibarat-at-tabi’in) yang memiliki tulisan atau yang menuliskan hadis-hadis yang diterimanya ialah, Abban bin Utsman bin Affan, Ibrahim bin Yasid an-Nakha’I dan Abu Salamah  bin Abd ar-Rahman.
Sedangkan diantara para tabi’in muda (shigar at-tabi’in) yang memiliki  catatan dan atau menuliskannya, ialah Ibrahim bin Abd al-A’la al-Ju’fi, Ibrahim bin Muslim al-Hajari dan Ishakbin Abdullah.
4.      Pemecahan Politik dan Pemalsu Hadis
Peristiwa yang cukup mengkhawatirkan dalam sejarah perjalanan Hadis,ialah terjadinya pemalsuan hadis,yang salah satu penyebabnya ialah terjadinya perpecahan politik dalam pemerintahan. Dipandang mengkhawatirkan,karena merupakan  tindakan yang mencemarkan dan menodai kemurnian hadis dari dalam dan ini oleh para pengingkar dan orientalis dijadikan salah satu alasan kuat melemahkan kekuatan hadis.
Perpecahan politik sebenarnya terjadi sejak masa sahabat,setelah terjadinya perang Jamal dan perang Shiffin,yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan perpecahan umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu khawarij, syiah, Mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari persoalan politik seperti diatas, lagsung atau tidak langsung cukup  memberikan pengaruh, baik positif maupun negative terhadap perkembangan hadis berikutnya. Pengaruh yang  langsung dan bersifat negatif, ialah munculnya hadis-hadis palsu (maudhu’) untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis,sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, yang muncul sebagai akibat dari perpecahan politik tersebut.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Masa prakodifikasi hadis berarti masa sebelum hadis dibukukan, dimulai dari sejak munculnya hadis pertama yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa prakodifikasi ini mencakup tiga peride penting dalam sejarah transmisi hadis,yaitu periode Rasulullah SAW,periode sahabat dan periode tabi’in.

1.      Hadis di Masa Nabi SAW, Pada periode ini sejarah hadis disebut “ Ashr al-wahyi wa at-Takwin” (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam).Rasulullah SAW dalam menyampaikan  dakwahnya kepada para sahabatnya tadak menyimpang dari metode Al-Qur’an.
2.      Di masa para sahabat,perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.
3.      Pada masa tabi’in,pada masa ini al-Qur;an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka.Sejalan dengan pesatnya kekuasaan Islam,penyebaran  para sahabat ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya penyebaran hadis. Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar ar-riwayah).

B.     Saran
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kami sangat mengharap kritik yang membangun dari pembaca agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik. Semoga makalah ini bermanfat bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

            A.B, Misbah.2010.Mutiara Ilmu Hadis.Kediri:Mitra Pesantren.
Al-Khatib, Muhammad Ajaj.1999.Hadis Nabi sebelum Dibukukan.Jakarta:Gema Insani Press.
Khumaidi,Ilham.2008.Ilmu Hadis untuk Pemula.Jakarta:Artha Rivera.
Sumbulah,Umi.2010.Kajian Kritis Ilmu Hadis.Malang:UIN Maliki Press.
Zuhri,Muh.2011.Hadis Nabi Telaah Historis dan Metedologis.Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar