TUGAS
MAKALAH
ULUMUL HADIS
“SEJARAH HADIS
PRAKODIFIKASI”
OLEH:
NURSOLEHA
TRI OKTAFIANI
16010108051
JURUSAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yng Maha
Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai.Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini yang kami dapat dari berbagai sumber.
Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman,kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Prakodifikasi Hadis
B. Hadis
di Masa Nabi SAW
C. Hadis
pada Masa Sahabat
D. Hadis
pada Masa Tabi’in
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hadis adalah salah satu pedoman hidup umat Islam dimana
kedudukan hadis disini adalah sebagai sumber hukum Islam yang ke-2 setelah Al-Quran. Didalam ilmu hadis pun terdapat pula
sejarah dan perkembangan hadis pada masa prakodifikasi. Keberadaan hadis sebagai
salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki sejarah perkembangan dan
penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa prakodifikasi,zaman Nabi,Sahabat,dan
Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
Perkembangan hadis pada masa awal
lebih banyak menggunakan lisan,dikarenakan larangan Nabi untuk menulis
hadis.Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash
Al-quran dengan hadis.Selain itu,juga disebabkan focus Nabi pada para sahabat
yang bisa menulis untuk menulis Al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai
pada masa Tabi’in besar. Bahkan khalifah Umar Bin Khattab sangat menentang
penulisan hadis,begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan
dan pembukuan hadis secara resmi dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar
Ibn Abd Al-Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik turunnya perkembangan hadis,tak
dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadis memberikan pengaruh yang besar
dalam sejarah peradaban Islam.
ii
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
perkembangan hadis pada masa Nabi SAW ?
2. Bagaimana
perkembangan hadis Nabi di masa para Sahabat ?
3. Bagaimana
perkembangan hadis Nabi di masa para Tabi’in ?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas ulumul hadis,serta agar kita lebih memahami tentang hadis
nabi,terutama perkembangan hadis Nabi pada zaman prakodifikasi,yaitu hadis pada
masa Nabi SAW,pada masa para sahabat dan pada masa tabi’in.
iii
BAB 1
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Prakodifikasi Hadis
Masa prakodifikasi hadis berarti
masa sebelum hadis dibukukan, dimulai dari sejak munculnya hadis pertama yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa
prakodifikasi ini mencakup tiga peride penting dalam sejarah transmisi
hadis,yaitu periode Rasulullah SAW,periode sahabat dan periode tabi’in.
B. Hadis
di Masa Nabi SAW
Data sejarah menunjukkan bahwa
jumlah orang Islam di masa Nabi bertambah banyak,banyak hal baru yang mereka
dengar dari Nabi. Maka tidak mustahil jika para sahabat Nabi kemudian ingin
tahu lebih banyak tentang ajaran Nabi dengan cara meluangkan waktu untuk selalu
menyertainya, kemudian mereka sampaikan kepada orang lain. Nabi selalu menggunakan
kesempatannya untuk menyampaikan hadis.Para sahabat juga mengambil kesempatan
itu untuk belajar agama.
Pada periode ini sejarah hadis
disebut “ Ashr al-wahyi wa at-Takwin” (masa turunnya wahyu dan pembentukan
masyarakat Islam).Rasulullah SAW dalam menyampaikan dakwahnya kepada para sahabatnya tadak
menyimpang dari metode Al-qur’an.
Al-Qur’an diturunkan kepada
rasulullah SAW secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Beliau merinci
ajaran-ajaran islam, menerapkan hukum-hukum Al-qur’an. Sepanjang hidupnya,
beliau berperan sebagai pengajar,hakim,qadhi,mufti,dan pemimpin. Segala hal
yang berkaitan dengan umat islam,yang kecil maupun yang besar,dan segala yang
menyangkut pribadi dan jamaah dalam berbagailapangan kehidupan yang tidak
disebut dalam Al-qur’an,tercakup dalam hadis : Amliah (perbuatan) , Qauliyah
(ucapan). Atau Taqririyah (ketetapan). Dari sinilah kita menemukan
hukum-hukum,norma-norma ahlak,ibadah-ibadah dan cara mendekatkan diri kepada
Allah. Hadis disyariatkan semata-mata untuk mendidik umat islam dalam
1
berbagai
aspek kehidupan baik bidang agama, sosial,
ahlak, politik, hukum, muamalah ,serta semua bidang keilmuan dan amal.
Nabi SAW sebagai rasul, sangat
disegani dan ditaati oleh para sahabat,sebab mereka sadar bahwa mengikuti
rasul dan hadisnya adalah keharusan dalam berbakti kepada Allah berdasarkan
kesungguhan meniru dan meneladani nabi SAW,berganti-gantilah para sahabat yang
jauh rumahnya dari mesjid,mendatangi mjelis-majelis nabi . Salah satu hadis
nabi pada masa itu adalah :
“Tulislah! Demi
dzat yang diriku berada pada kekuasaannya,tidak ada yang keluar dari padanya
kecuali yang benar.”(H.R.Al-Bukhari)
C. Hadis
pada Masa Sahabat
Periode kedua sejarah perkembangan
hadis adalah masa sahabat khususnya masa khulafau’ ar-rasyidin (Abubakar, Umar
Bin al-Khatab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib). Masa ini terhitung sejak tahun 11 H-40 H, yang disebut
juga masa sahabat besar ini, perhatian mereka masih terfokus kepada
pemeliharaan dan penyebaran Al-qur’an. Dengan demikian,maka periwayatan hadis
belum begitu berkembang,bahkan mereka berusaha membatasi periwayatan hadis
tersebut. Oleh karena itu,masa ini oleh
para ulama dianggap sebagaimasa yang menunjukan adanya pembatasan atau
memperketat periwayatan (At-tatsabbut wa al-iqlal min ar-riwayah).
1.
Memelihara
Amanah Rasulullah SAW
Para sahabat, sebagai generasi
pertama yang menerima amanah terbesar bagi kelangsungan syari’at Islam ,adalah
menerima dan melaksanakan segala amanah Rasulullah. Amanah itu essensinya
tertuang pada Al-Quran dan Hadis, sebagaimana sabdanya ketika menjelang akhir
kerasulannya, yang berbunyi.
“Telah aku tinggalkan untuk, kalian dua macam, yang tidak
akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (al-Quran) dan
sunahku.” (H.R,Al Hakim dari Abu Hurairah).
Pada Hadis lain Rasul
juga berpesan:
“Sampaikanlah
dariku walau satu ayat/hadis.”(H.R Al-Bukhari).
s
Siapa saja yang berpegang pada
keduanya (Al-Qur’an dan Hadis) secara besama-sama, ia mendapatkan jaminan Rasul
SAW tidak akan hidup tersesat, baik didunia maupun di akhirat. Sebaliknya,
siapa yang melepaskan diri dari keduanya atau hanya berpegang kepada salah
satunya, merupakan penyimpangan dari amanahnya, yang berarti ia akan tersesat
dijalan.
Amanah Rasul SAW diatas disamping
terpelihara dalam kehidupan keseharian mereka dalam beribadah dan bermuamalah,
juga dalam tekad dan semangat yang terpatri dalam hati masing-masing. Oleh
karena itu, segala perhatian mereka tercurahkan untuk semata-mata melaksanakan
dan memelihara pesan-pesan itu.kecintaan mereka kepada rasul SAW dibuktikan
dengan melaksanakan segala yang dicontohkannya dan menjaganya melebihi menjaga
diri, keluarga, dan kekayaanya.
2.
Kehati-hatian
para Sahabat dalam Menerima dan Meriwayatkan Hadis
Setelah Rasul SAW wafat, perhatian
para sahabat terfokus pada usaha menyebarluaskan dan memelihara al-Quran.
Al-Quran yang telah dihafal oleh ribuan penghafalnya dengan teratur,dan telah
ditulis dalam berbagai shuhuf oleh penulisnya (baik untuk Nabi saw sendiri maupun
untuk kepentingan masing-masing), mendapat prioritas utama untuk terus
disebarkan keberbagai pelosok wilayah Islam dan keseluruh lapisan masyarakat.
Al-Quran mengalami dua kali pembukuan Pertama, pada
masa Abu Bakar , atau saran Umar bin al-Khattab; dan kedua, pada masa Utsman
bin Affan, sehingga melahirkan mushaf Utsmani, yang ditulisnya sebanyak lima
buah. Mushaf-mushaaf itu disimpan di Madinah satu buah, yang dinamai dengan
mushaf al-Imam. Sedangkan, yang empat lagi masing-masing disimpan di Makkah, Bashrah,
Syiria dan Kufah.
Meskipun perhatian mereka terrpusat
kepada upaya pemeliharaan dan oenyebaranAl-Quran, akan tetapi mereka tidak
melalaikan dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Kehati-hatian dan usaha
membatasi periwayatan yang dilakukan para sahabat, disebabkan karena mereka
khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa Hadis
meruoakan sumber ajaran setelah al-Quran, yang juga harus tetap terpelihara
dari kekeliruannya sebagaimana terpeliharanya al-Quran. Oleh karenanya para
sahabat khususnya khulafa ar-rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) dan
sahabat lainnya, seperti az-Zubair, Ibn Abbas, dan Abu Ubaidah berusaha
memperketat periwayatan dan penerimaan Hadis.
Abu Bakar sebagai khalifah yang
pertama menunjukan perhatian yang serius dalam memelihara hadis. Menurut
adz-Dzahabi, Abu Bakar, adalah sahabat yang pertama sekali menerima hadis
dengan hati-hati. Sikap kehati-hatian juga ditunjukan oleh Umar bin al-Khattab.
Ia seperti halnya Abu Bakar, meminta diajukan saksi jika ada orang yang
meriwayatkan hadis.
Perlu pula dijelaskan disini, bahwa
pada masa ini belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu
kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan, antara lain: pertama, agar
tidak memalingkan perhatian uamt Islam dalam mempelajari al-Quran; kedua, bahwa
para sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW sudah tersebar ke
berbagai daerah kekuasaan Islam, dengan kesibukan masing-masing sebagai pembina
masyarakat. Sehingga dalam kondisi seperti ini, ada kesulitan mengumpulkan
mereka secara lengkap; ketiga; bahwa soal membukukan hadis, dikalangan para
sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadi perselisihan
soal lafazh, dan ke-shahih-annya.
3.
Upaya
Para Ulama Men-taufiq-kan Hadis tentang Larangan Menulis Hadis
Perselisihan para ulama soal
pembukuan hadis berpangkal pada
adanya dua kelompok hadis, yang dari sudut zhahirnya nampak adanya kontradiksi.
Kelompok hadis yang pertama, menunjukan adanya larangan Rasul SAW menuliskan hadis,
yang diantaranya berbunyi:
“Janganlah kamu sekalian menulis apa saja dariku selain
Al-Quran, hhendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, itu
tidak mengapa.siapa yang dengan sengaja mendusta atas namaku, ia niscaya
menempati tempat kedudukan dari api neraka,”(H.R Muslim)
Hadis
di atas diriwayatkan oleh Muslim melalui silsilah sanad Hammam, dari Zaid bin
Aslam, dari Atha’, dari Abu Said al-Khudri. Sanad-sanad Hadis ini oleh para
ulama dinilai Shahih. Hanya saja, dipersoalkan apakah hadis itu Marfu’ atau
Mauquf. Selain hadis di atas, ada beberapa hadis lainnya yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah dan Zaid bin Tsabit. Namun, pada kedua hadis tersebut terdapat nama Abd. Ar-Rahman bin
Zaid, yang oleh para Ahmad sanad tersebut dinilai lemah. Dengan demikian, dua hadis
lainnya tidak dapat dijadikan hujah.
Sedangkan hadis kelompok kedua,
adalah beberapa Hadis, seperti riwayat Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Hadis
tentang Abu Syah. Hadis-hadis tersebut menunjukan adanya perintah Rasul SAW
untuk menuliskan hadis-hadis daripadanya.
Menurut An-Nawawi dan
as-Suyuthi,bahwa larangan tersebut dimaksudkan bagi orang yang kuat
hafalannya,sehingga tidak ada kekhawatiran terjadinya lupa. Akan tetapi orang
yang khawatir lupa atau kurang kuat ingatannya, dibolehkan mencatatnya. Menurut
Ibnu Hajar al-Asqalani, larangan Rasul SAWmenulisakan Hadis, aadalah ketika
al-Quran diturunkan.Ini karena, ada kekhawatiran tercampurnya antara ayat
al-Quran dengan hadis.Kemudian menurutnya, larangan itu dimaksudkan juga untuk
tidak menuliskan al-Quran dan hadis dalam satu shuhuf. Ini artinya, bahwa
ketika wahyu, penulisan hadis adalah dibolehkan.
Selain pendapat ketiga Ulama
diatas, masih ada pendapat-pendapat lainnya, yang jika diambil kesimpulan,
sebagaimana yang dilakukan oleh Ajjaj
al-Khatib akan ditemukan sekitar empat pendapat yakni: pertama, menurut
sebagian ulama bahwa hadis dari Abi Sa’id al-Khudri bernilai mauquf, karenanya
tidak dapat dijadikan hujjah. Kedua, yang lain menyebutkan bahwa larangan
menulis hadis terjadi pada periode awal Islam.hal ini karena keterbatasan
tenaga dan fasilitas. Ketiga, ada ulama yang memandang bahwa larangan tersebut
pada dasarnya bagi orang yang kuat hafalannya. Keempat, ada juga yang memandang
bahwa larangan tersebut dalam bentuk umum, yang sasaranya masyarakat banyak.
Perlu diketahui, bahwa Abu Sa’id
al-Khudri sendiri (sahabat yang meriwayatkan hadis tentang larangan Rasul
menuliskan hadis, seperti disebutkan diatas), sebagaimana dikatakn al-Khatib
al-Bagdadi, ternyata memiliki catatan-catatan hadis yang diterimanya dari Rasul
saw.
D. Hadis
pada Masa Tabi’in
1.
Sikap
dan Perhatian para Tabi’in terhadap Hadis
Sebagaimana para sahabat,para
tabi’in juga cukup hati-hati dalam periwayatan hadis. Pada masa ini al-Qur;an
sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan
mereka. Selain itu, pada masa akhir periode khulafa’ ar-rasyidin (masa khalifa
Utsman bin Affan) para sahabat ahli hadis telah menyebar kebeberapa wilayah
kekuasaan Islam. Ini merupakan kemudahan bagi para Tabi’in untuk mempelajari Hadis-hadis dari mereka. Sejalan
dengan pesatnya kekuasaan Islam,penyebaran
para sahabat ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, yang berarti
juga meningkatnya penyebaran hadis. Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan
masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar ar-riwayah).
Hadis-hadis yang diterima oleh para
Tabi’in ini,seperti telah disebutkan,ada yang dalam bentuk catatan-catatan atau
tulisan dan ada yang harus dihafal,disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan
dalam ubadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti.
Kedua bentuk ini saling melengkapi,sehingga tidak ada satu hadis pun yang
tercecer atau terlupakan.
2.
Pusat-pusat Kegiatan
Pembinaan Hadis
Pusat pembinaan pertama adalah
Madinah,karena disinilah Rasul SAW menetap setelah hijrah. Disini pula Rasul
SAW membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas kaum muhajirin (para
sahabat yang turut hijrah bersama Nabi SAW) dari kaum anshar (penduduk asli
kota Madinah) dari berbagai suku atau kabilah,disamping dilindunginya umat-umat
non muslim,seperti Yahudi. Para sahabat yang menetap disini,diantaranya
khulafa’ ar-rasyidin,Abu Hurairah,Siti Aisyah,Abdullah bin Umar dan Abu Sa’id
al-Khudri,dengan menghasilkan para pembesar tabi’in,seperti Sa’id bin
al-Musayyab,Urwah bin az-Zubair,Ibnu Syihab az-Zuhri,Ubaidillah bin Utbahbin
Mas’ud,dan Salim bin Abdillah bin Umar.
Para sahabat yang membina hadis di Makkah tercatat
nama-nama,seperti Mu’adz bin Jabal,Atab bin Asid,Harits bin Hisyam,Utsman bin
Thalhah,dan Utbah bin al-Harits. Diantara para tabi’in yang muncul dari sini
tercatat nama-nama,seperti Mujahid bin Jabar,Atha bin Rabbah,Thawus bin
Kaisan,dan Ikrimah Maula Ibn Abbas.
Para sahabat yng membina hadis di
Kufah,diantaranya ialah Ali bin Abi Thalib,Sa’ad bin Abi Waqas,dan Abdullah bin
Mas’ud. Diantara para Tabi’in yang muncul disini,ialah ar-Rabi’ bin Qasim,kamal
bin Zaid an-Makha’I,Sa’id bin Zubair al-Asadi,Amir bin Surahil as-Sya’ibi,Ibrahim
an-Nakha’I,dan Abu Ishak as-Sa’bi.
Para sahabat yang membina hadis di
Basrah,di antaranya ialah Anas bin Malik bin Abbas, dan Imran bin Husain. Para
sahabat yang membina hadis di Syam, diantaranya ialah Abu Ubaidillah al-Jahr, Bilal
bin Rabbah dan Ubadan bin Shamit. Para sahabat yang membina di
Mesir,diantaranya ialahAmr bin al-‘Ash, Uqbah
bin Amir dan Abdullah bin al-Haris. Para sahabat yang membina hadis di Magrib
dan Andalus,diantaranya ialah, Mas’ud bin al-Aswad al-Balwi, Bilalbin Haris bin
Ashim al-Muzani dan Salamah bin al-Akhwa. Para sahabat yang membina hadis di
Yaman, diantaranya ialah, Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari. Para
sahabat yang membina hadis di Khurasan,diantaranya ialah, Buraidah bin Husain
al-Aslami, al-Hakam bin Amir al-Gifari dan Abdullah bin Qasim al-Aslami.
3.
Para sahabat Hadis di
Kalangan Tabi’in
Sebagaimana para sahabat dikalangan
tabi’in, baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil,juga melakukan dua hal,yaitu menghafal
dan menulis hadis. Banyak riwayat yang menunjukan betapa mereka memperhatikan
keduanya.
Tentang hafalan hadis, para ulama
tabi’in seperti IbnAbi Laila, Abu Al-Aliyah, Ibn Syihab az-Zuhri, sebagaimana
dikatakan al-Auza’i: “Hilangnya ilmu itu karena lupa dan tidak mau
mengingat-ingat atau menghafalnya.” Kata Alqamah sebagaimana dikatakan Ibrahim,
bahwa dengan menghafal hadis, hadis akan
terpelihara.
Tentang menulis hadis,disamping melakukan hafalan
secara teratur, diantara mereka juga menulis sebagaimana hadis-hadis
diterimanya.
Diantara tabi;in besar (Kibarat-at-tabi’in)
yang memiliki tulisan atau yang menuliskan hadis-hadis yang diterimanya ialah, Abban
bin Utsman bin Affan, Ibrahim bin Yasid an-Nakha’I dan Abu Salamah bin Abd ar-Rahman.
Sedangkan diantara para tabi’in
muda (shigar at-tabi’in) yang memiliki
catatan dan atau menuliskannya, ialah Ibrahim bin Abd al-A’la al-Ju’fi, Ibrahim
bin Muslim al-Hajari dan Ishakbin Abdullah.
4.
Pemecahan Politik dan
Pemalsu Hadis
Peristiwa yang cukup
mengkhawatirkan dalam sejarah perjalanan Hadis,ialah terjadinya pemalsuan hadis,yang
salah satu penyebabnya ialah terjadinya perpecahan politik dalam pemerintahan.
Dipandang mengkhawatirkan,karena merupakan
tindakan yang mencemarkan dan menodai kemurnian hadis dari dalam dan ini
oleh para pengingkar dan orientalis dijadikan salah satu alasan kuat melemahkan
kekuatan hadis.
Perpecahan politik sebenarnya
terjadi sejak masa sahabat,setelah terjadinya perang Jamal dan perang
Shiffin,yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi,
akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan perpecahan umat Islam ke
dalam beberapa kelompok, yaitu khawarij, syiah, Mu’awiyah dan golongan
mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari persoalan politik seperti
diatas, lagsung atau tidak langsung cukup
memberikan pengaruh, baik positif maupun negative terhadap perkembangan
hadis berikutnya. Pengaruh yang langsung
dan bersifat negatif, ialah munculnya hadis-hadis palsu (maudhu’) untuk
mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan
posisi lawan-lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah lahirnya
rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin
hadis,sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, yang muncul
sebagai akibat dari perpecahan politik tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa prakodifikasi hadis berarti
masa sebelum hadis dibukukan, dimulai dari sejak munculnya hadis pertama yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan rentang waktu yang dilalui masa
prakodifikasi ini mencakup tiga peride penting dalam sejarah transmisi
hadis,yaitu periode Rasulullah SAW,periode sahabat dan periode tabi’in.
1. Hadis
di Masa Nabi SAW, Pada periode ini sejarah hadis disebut “ Ashr al-wahyi wa
at-Takwin” (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam).Rasulullah
SAW dalam menyampaikan dakwahnya kepada
para sahabatnya tadak menyimpang dari metode Al-Qur’an.
2. Di
masa para sahabat,perhatian mereka masih terfokus kepada pemeliharaan dan
penyebaran Al-Qur’an.
3. Pada
masa tabi’in,pada masa ini al-Qur;an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf,
sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka.Sejalan dengan pesatnya kekuasaan
Islam,penyebaran para sahabat ke
daerah-daerah tersebut terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya
penyebaran hadis. Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya
periwayatan hadis (intisyar ar-riwayah).
B. Saran
Sebagai penulis kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami
memohon maaf apabila ada kesalahan dan kami sangat mengharap kritik yang
membangun dari pembaca agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfat bagi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
A.B, Misbah.2010.Mutiara Ilmu Hadis.Kediri:Mitra
Pesantren.
Al-Khatib,
Muhammad Ajaj.1999.Hadis Nabi sebelum
Dibukukan.Jakarta:Gema Insani Press.
Khumaidi,Ilham.2008.Ilmu Hadis untuk Pemula.Jakarta:Artha
Rivera.
Sumbulah,Umi.2010.Kajian Kritis Ilmu Hadis.Malang:UIN
Maliki Press.
Zuhri,Muh.2011.Hadis Nabi Telaah Historis dan Metedologis.Yogyakarta:Tiara Wacana
Yogya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar